Stapylococcus Aureus
Kingdom
: Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphilococcus
Species : Staphilococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. (Boyd, 1980).
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphilococcus
Species : Staphilococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. (Boyd, 1980).
Staphylococcus
aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan
manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease
dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan
lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus
adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain ialah
leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat
menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan.
Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun.
Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit
terkena luka bakar. (Boyd, 1980; Schlegel, 1994).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999).
0 komentar:
Posting Komentar